DEMOKRASI DAN KELUARGA
Rumah tangga yang harmonis
memberikan kontribusi strategis
bagi terwujudnya kehidupan
demokrasi sebagai suatu proses.
Hal
itu dikatakan Gubernur Lemhannas
RI, Prof. DR. Muladi, SH pada
penataran isteri/suami peserta PPSA
XVI di Jakarta.
Fondasi demokrasi,
menurut Muladi, lahir dari proses
pembelajaran me-manusiakan
didalam kehidupan keluarga,
bukan hanya karena proses politik.
Dalam rumahtangga prinsip
kesetaraan penting, sehingga
semua stakeholders memiliki hak
dan kewajiban yang sama dalam
menjalankan proses kehidupan
demokrasi yang sehat.
Ada 3 prinsip
utama yang perlu dipedomani
dalam kehidupan keluarga yakni
:
1.Tidak ada diskriminasi,
2.Kebebasan berpendapat dan bertindak
3.tidak ada kekerasan.
Gubernur
Lemhannas menekankan, dalam
Islam dikenal keluarga sakinah,
yang merupakan manifestasi
dari keluarga demokratis, tanpa
membeda-bedakan anggota
keluarga.
Rumahtangga yang
demokratis memberi ruang gerak
yang luas bagi terwujudnya
kebebasan berpendapat dan
bertindak.
Sebagai contoh, seorang
ayah yang demokratis tidak akan
memaksakan kehendak baik kepada
isteri maupun anaknya, sehingga
tumbuh jalinan komunikasi
yang sehat untuk bersama-sama
mengambil keputusan.
Kewibawaan
orangtua dalam rumah tangga tidak
selalu berawal dari sikap keras,
karena tindakan kekerasan dalam
rumahtangga bukanlah cermin
kehidupan demokratis.
Orangtua
yang baik selalu memberi alternatif
terbaik penyelesaian masalah pada
anaknya, memberi contoh tauladan
dan menjauhkan tindakan egois dan
semena-mena.
Makna demokrasi
adalah kebebasan bukan tanpa batas,
karena kebebasan tanpa batas adalah
anarki. Anarkisme bertentangan
dengan prinsip demokrasi karena
demokrasi yang sehat sesungguhnya
adalah sikap tulus ikhlas dan saling
menghargai hak dan kewajiban
orang lain. Untuk mewujudkan itu,
diperlukan perundang-undangan
dan penegakan hukum.