Skip to main content

Gubernur Lemhannas RI memberikan Kuliah perdana pada Program S-2 dan S-3 di UGM

Gubernur Lemhannas RI memberikan Kuliah perdana pada Program S-2 dan S-3 di UGM

Di Indonesia, Pertanggung jawaban komandan atau atasan (Responsibility Of Commanders Or Other Superiors) yang merupakan tanggungjawab atasan terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan bawahannya, saat ini sangat relevan untuk dibahas. Menurut Prof. DR. Muladi SH, pada ceramahnya kepada para peserta Program S2 dan S3 di UGM, hal tersebut antara lain, karena : pertanggungjawaban komandan tidak hanya berlaku : 

a. Di kalangan militer, tetapi juga di lingkungan nonmiliter (Civil Authorities) yaitu atasan, baik polisi maupun sipil lainnya (Other Superiors), terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan bawahannya (Subordinates); 
b. Di masa perang atau konflik bersenjata, tetapi juga bisa terjadi di masa damai dalam kerangka pelanggaran HAM berat. Namun perlu dicatat, bahwa doktrin pertanggungjawaban pidana komandan atau atasan (The Doctrine of command responsibility or superior responsibility rule ) berasal dari hukum militer (Originated In Military Law).

Di lingkungan militer, pertanggungjawaban komandan berkaitan dengan kepercayaan suci (“Sacred Trust”), baik yang mengandung tanggungjawab juridis maupun tanggungjawab moral yang tidak ada bandingannya dengan posisi pimpinan lainnya. 
Apabila pertanggunganjawaban komandan atau atasan lainnya yang bersifat langsung melalui perbuatan positif (Direct Command Responsibility) yang berlaku umum telah diatur dalam hukum pidana dalam kerangka “Deelneming”Ps. 55 dan Ps. 56 KUHP (penyertaan tindak pidana), maka konsep pertanggungjawaban komandan yang tidak langsung (Indirect Command Responsibility) dalam bentuk “Culpable Omission” atau “Complicity Or Participation By Omission” yang berlaku secara khusus dalam pelanggaran HAM yang berat (mis. genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan), yang bersumber dari hukum kebiasaan internasional ternyata telah mempengaruhi perkembangan hukum pidana yang bersifat umum, apabila yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat; 
Namun demikian harus dicatat bahwa persoalan tanggungjawab komandan atau atasan secara khusus memang ditujukan kepada perbuatan “Omissions”, mengingat perkembangan yang penuh perdebatan dalam hukum internasional maupun polemik yang berkembang dalam hukum nasional. Sekalipun maknanya tidak sesederhana sebagai “ military commanders are responsible for the acts of their subordinates”. 
Sebenarnya hal ini bukan sebagai suatu hal yang baru,karena pada kira-kira tahun 500 BC, 
1. Sun Tzu menulis dalam “The Art of War” bahwa : “When Troop flee, or insubordinate, distressed, collapse in disorder, or are routed, it is the fault of the general. None of these disorders can be attributed to natural causes.” 
2. Napoleon Bonaparte ”There are no bad regiments; they are only bad colonels”, King Charles VII of Orleans telah mengeluarkan Dekrit (1439), Hugo Grotius dalam bukunya yang legendaries “De Jure Belli Ac Pacis” (Hukum Damai dan Perang) (1615), King Gustavus Adolphus dari Swedia mengumumkan “Articles of Military Laws to be Observed in the Wars”, Prof. Albert Lieber, Winthrop, pada akhir abad 19 (1895), dalam tulisannya “Military Law and Precedents”, dan Brig. Jen Jacob H Smith, pada tahun 1902 menyampaikan hal yang senada dengan masalah ini.

Popular posts from this blog

RTD LEMHANNAS RI TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PARIWISATA

RTD LEMHANNAS RI TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PARIWISATA Dalam Round Table Discussion (RTD) yang diselenggarkan Lemhannas 6 Agustus 2009, Dr. Setyanto mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia seharusnya mengikuti jejak Koizumi, menyiapkan kerangka tinggal landas pariwisata Indonesia terutama setelah terjadinya berbagai musibah teror yang tahun ini ditandai dengan Bom Mega Kuningan atau Bom Mariott II, karena sebenarnya aset pariwisata Indonesia sudah disediakan oleh Sang Maha Pencipta bagi rakyat Indonesia, hanya memerlukan pengelolaan secara profesional saja, untuk dimanfaatkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Hal tersebut sangat penting, sebab Berdasarkan data yang dikutip dari WTO, pada tahun 2000 wisatawan manca negara (wisman) internasional mencapai jumlah 698 juta orang yang mampu menciptakan pendapatan sebesar USD 476 milyar. Pertumbuhan jumlah wisatawan pada dekade 90-an sebesar 4,2 % sedangkan pertumbuhan penerimaan dari wisman sebesar 7,3 %, bahkan di 28 negara...

PELAKSANAAN SSDN DAN SSLN PPSA XVI TAHUN 2009

PELAKSANAAN SSDN DAN SSLN  PPSA XVI TAHUN 2009 Sebagai bagian dari Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVI para peserta wajib melaksanakan Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) dan Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) yang dilaksanakan pada periode Blok II (Bin Tannas/ Bin Gatra) dan pada Blok III (B S. Lingkungan Strategis Kontemporer). Untuk SSDN dilaksanakan di provinsi Jambi, Jabar, Kaltim, dan Papua Barat dengan judul kegiatan “Good Governance di provinsi guna keberhasilan pembangunan didaerah dalam mendukung pembangunan nasional”. Sedangkan untuk SSLN di laksanakan di negara Rusia, Austria, Belanda, dan Maroko dengan judul kegiatan “ Membangun hubungan antar negara guna mengoptimalkan Good Governance dalam rangka pembangunan nasional”. Kegiatan SSDN dan SSLN, merupakan metoda pendidikan yang dikembangkan Lemhannas RI guna memperoleh informasi, data dan fakta melalui berbagai pertemuan/tatap muka dan diskusi secara langsung dengan para pejabat, akademisi pe...

MENINGKATKAN DUKUNGAN ANGGARAN MILITER GUNA TERWUJUDNYA PERTAHANAN NEGARA YANG KUAT DALAM RANGKA MENJAGA KEDAULATAN DAN KEUTUHAN NKRI

PENGKAJIAN STRATEGIS LEMHANNAS RI Lemhannas RI menyelenggarakan Round Table Discussion (RTD) Pengkajian Strategik tentang ”Meningkatkan dukungan anggaran militer guna terwujudnya Pertahanan Negara yang kuat dalam rangka menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI”.   Dalam Keynote Speechnya, Gubernur Lemhannas RI antara lain menyampaikan bahwa dukungan Alutsista yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitasnya bagi TNI dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sangat penting, mengingat ancaman militer semakin eskalatif sebagai akibat pengaruh lingkungan strategik. Dalam 5 tahun terakhir ini (2005- 2009), dukungan anggaran militer melalui APBN belum memadai. Dari kebutuhan minimal bidang pertahanan yang diajukan Departemen Pertahanan hanya terealisir sekitar 30% nya, yaitu sekitar 3,3% APBN atau kurang dari 1% PDB. Dengan dukungan anggaran yang terbatas tersebut, penyelenggaraan fungsi pertahanan yang dilaksanakan TNI tentu tidak maksimal.  Untuk itu harus dapat...